Rembuk Kelistrikan Nasional telah dilaksanakan Sabtu (3/7) di Hotel Nagoya Plasa, Batam. Sedikitnya 150 tamu berpartisipasi dalam diskusi sesi pertama tersebut. Dua di antara tiga sesi yang direncanakan dijadwalkan berlangsung di Surabaya dan Makassar. Berikut catatannya.
SESI Batam menampilkan Dirut PLN Dahlan Iskan sebagai keynote speaker. Dahlan memaparkan master plan pembangunan kelistrikan nasional melalui Visi 75/100. Visi 75/100 adalah target pencapaian rasio elektrifikasi 100 persen secara nasional pada HUT Ke-75 RI pada 2020. ’’Berarti 10 tahun lagi 100 persen rakyat Indonesia akan memperoleh pelayanan listrik yang memadai dan berkualitas,’’ kata Dahlan.
Menurut dia, saat ini rasio elektrifikasi secara nasional baru berkisar 65 persen. Dengan demikian, 35 persen penduduk Indonesia belum terlayani jaringan listrik. Dengan tenggat yang tersisa, bukan perkara mudah mencapai target yang telah ditetapkan. Dibutuhkan segala upaya dari seluruh stakeholder untuk bersinergi dan saling mendukung dalam mencapai target tersebut.
Peluang dan tantangan pembangunan sektor kelistrikan nasional ke depan akan semakin kompleks karena melibatkan banyak faktor yang saling terkait. Dalam rembuk sesi pertama lalu, sejumlah peserta terlibat aktif mengangkat berberapa pokok yang perlu diperhatikan dan direkomendasikan untuk dikaji lebih lanjut, baik oleh pengambil keputusan (pemerintah dan DPR) maupun PT PLN dan stakeholder yang lain.
Pertama, terkait dengan status sektor kelistrikan yang diatur dalam UU No 30 Tahun 2008, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa listrik sebagai komoditas. Itu yang selama ini menyebabkan investasi di bidang kelistrikan kurang mengantisipasi kebutuhan pada masa depan.
Dalam diskusi yang berkembang, peserta menilai listrik seharusnya dipandang sebagai infrastruktur. Dengan demikian, pengembangan kelistrikan dapat diperhitungkan sebagai investasi yang dapat mendorong kegiatan ekonomi dan industri. Pemerintah Tiongkok diajukan sebagai contoh bagaimana membangun negeri dengan memulai membangun infrastruktur yang sangat memadai, termasuk suplai energi listrik yang cukup dan berkualitas.
Kedua, kebijakan subsidi pemerintah kepada PT PLN (persero). Sesungguhnya pemberian subsidi kepada PT PLN tidaklah tepat, baik ditinjau dari sisi keuangan negara maupun undang-undang. Sebagai entitas bisnis yang memiliki label persero, manajemen dituntut bersikap profesional dalam mengelola PT PLN.
Subsidi pemerintah kepada PT PLN selama ini dituding sebagai penyebab tidak berkembangnya kultur korporasi yang profesional di tubuh manajemen PT PLN. Subsidi yang diberikan pemerintah kepada PT PLN juga dinilai tidak tepat sasaran. Sebab, subsidi yang digelontorkan pemerintah tersebut juga dinikmati golongan masyarakat yang memiliki kemampuan membayar listrik sesuai dengan harga keekonomiannya.
Celakanya lagi, jumlah subsidi yang dinikmati kalangan mampu itu jauh lebih besar daripada jumlah masyarakat yang memang berhak atas subsidi tersebut. Karena itu, Dirut PT PLN Dahlan Iskan pernah menggulirkan wacana listrik gratis bagi pelanggan yang tidak mampu. Untuk itu, perlu dipikirkan kemungkinan pencabutan subsidi pemerintah kepada PT PLN dan mengubahnya menjadi subsidi langsung kepada pelanggan yang tidak mampu secara tunai.
Dengan begitu, subsidi yang diberikan pemerintah menjadi lebih tepat sasaran. Namun, tentunya perlu diatur mekanisme penyaluran subsidi tersebut untuk memperkecil kemungkinan penyimpangan dalam pelaksanaannya.
Permasalahan kelistrikan nasional saat ini juga tidak terlepas dari faktor teknis, dari produksi, distribusi, hingga aspek pemasaran seperti supply dan demand, termasuk penetapan tarif dasar (TDL) oleh pemerintah. Dari aspek produksi, kapasitas terpasang pembangkit listrik saat ini baru pada tahap cukup. Masih diperlukan tambahan kapasitas sekitar 30 persen dari yang sudah ada sebagai cadangan. ’’Tambahan 30 persen itu digunakan untuk memberikan pasokan listrik yang stabil kepada masyarakat. Dengan demikian, bila terjadi gangguan teknis atau perawatan pasokan, pelanggan tidak sampai terganggu,’’ kata Dahlan.
Salah satu langkah teknis adalah penggunaan bahan produksi untuk pembangkit listrik. Dalam hal itu, perlu dipikirkan pembangunan pembangkit listrik baru yang menggunakan sumber energi alternatif yang lebih murah dan ramah lingkungan (green energy). Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak sumber energi alternatif, seperti panas bumi (geotermal) dengan potensi cukup besar, tetapi pemanfaatannya masih terbatas. Para peserta Rembuk Kelistrikan Nasional menilai, sudah saatnya Indonesia memanfaatkan teknologi nuklir untuk memproduksi listrik karena dianggap lebih efisien dan bersih.
Dari aspek distribusi, perlu dibangun jaringan yang dapat menjangkau daerah pelosok. Untuk daerah terisolasi seperti pulau-pulau kecil, penyediaan listrik dapat disiasati dengan membangun pembangkit listrik hibrida, yang memiliki lebih dari satu sumber energi. Misalnya, kombinasi pembangkit bertenaga surya dan berbahan bakar solar. Dengan demikian, keterpasokan listrik di daerah tersebut lebih terjamin.
Peserta juga berharap agar penetapan tarif dasar listrik lebih memiliki rasa keadilan sehingga tidak hanya menggerogoti keuangan negara. Sebab, selama ini subsidi hanya dinikmati pelanggan dengan penggunaan listrik besar, yang tentunya juga mampu secara ekonomi.
Visi Dahlan soal pelayanan dan pemasaran listrik patut diacungi jempol. Dahlan telah menelurkan konsep pengembangan listrik prabayar. Menurut skenario Dirut PLN itu, diharapkan lima juta pelanggan listrik dapat menikmati listrik prabayar hingga 2011. ’’Dengan listrik prabayar, pelanggan akan mendapatkan pelayanan berkualitas sesuai dengan jumlah yang dibayar. Itu juga melatih mereka lebih hemat dalam penggunaan listrik,’’ kata Dahlan.
Dari sisi PT PLN, pengembangan listrik prabayar dapat mengurangi jumlah tagihan listrik yang tertunggak. Permintaan pun lebih terkontrol. Pengembangan listrik prabayar juga diharapkan dapat mendorong industri pembuatan kwh meter prabayar di dalam negeri, yang teknologinya sudah dikuasai para ahli di Indonesia.
Masalah kelistrikan tak hanya soal pembangkit, pemasaran, dan distribusi. Aspek keamanan bagi pelanggan PT PLN juga menjadi perhatian. PT PLN memberikan jaminan keamanan listrik kepada masyarakat, terutama bagi pelanggan dengan kapasitas 1.300 VA ke bawah. Bila terjadi kecelakaan yang diakibatkan arus listrik dan pelanggan merugi, PLN akan mengganti kerugian pelanggan sesuai dengan kompensasi yang ditetapkan. ’’Kami menggandeng perusahaan asuransi,’’ katanya. (Sumber : Kaltim Post)
Browse » Home
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar